Kamis, 09 Februari 2012

Perbedaan hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran remedial dengan menggunakan modul dan CD interaktif pada materi termokimia.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar belakang masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kwalitas manusia. Pada umumnya proses pendidikan dan pembelajaran disekolah dewasa ini berjalan secara klasikal. Artinya seorang  guru didalam suatu kelas menghadapi sejumlah besar siswa dalam waktu yang sama dan dengan metode yang sama untuk seluruh siswa. Padahal pada dasarnya setiap siswa memiliki sifat yang khas, yaitu terdiri dari keanekaragaman individu yang kemampuannya sangat berbeda, ada siswa yang berkemempuannya tinggi, sedang bahkan dengan kemampuan rendah. Perbedaan individu tersebut tentu akan menimbulkan masalah dalam proses pembelajaran, karena bisa mengalami kesulitan belajar ( Maksum, 2005 : 342 ).
Disebabkan perbedaan –perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat, latar belakang dan lingkungan fisik serta keadan social masing-masing siswa, maka hasil belajar yang diperoleh siswa kemungkinan tidak sama. Atas dasar itu, setiap siswa hendaknya mendapatkan kesempatan untuk berkembang secara optimal dengan kemampuan, bakat, kecerdasan dan minatnya. Kesempatan yang diberikan kepada siswa dapat berupa pemberian tugas, memberikan les tambahan bahkan bisa juga dengan pembelajaran remedial agar siswa bisa menguasai materi tertentu ( Fajar, 2005 : 237 ).
Belum tercapai tingkat ketuntasan belajar tertentu dalam pembelajaran,  dapat diajdikan indicator bahwa dalam pembelajaran terdapat kesulitan belajar peserta didik. Factor penyebab dan intensitas kasus kesulitan belajar ada dapat ditangani oleh guru dan ada yang dapat dipecahkan oleh peserta didik itu sendiri. Secara metodologis, bahwa penanganan kasus kesulitan belajar dapat dilakukan dengan melalui pendekatan pembelajaran remedial, bimbingan dan penyuluhan, psikoterapi dan pendekatan yang lain. Pembelajaran remedial merupakan pelengkap dari pembelajaran utama, merupakan tindak lanjut pembelajaran yang ditujuakan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar ( Mulyasa, 2006 : 193 ).
Metode pembelajaran merupakan metode/ cara penyajian yang digunakan oelh guru saat berlangsungnya pengajaran agar siswa belajar efektif efisien dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Hadi, 2005 : 14). Pembelajaran remedial merupakan suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran yang bersfat memperbaiki kesuliatan belajar yang dialami oleh siswa, dan mungkin dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dari keseluruhan proses pembelajaran remedial dan program pengayaan masih belum optimal dilaksanakan, bahkan jarang dilakukan oleh guru. Oleh sebab itu wajar kalau peserta didik mengalami kesulitan belajar, karena setiap tahapan dan langkah belajar belum maksimal dilaksanakan, sedangkan disisi lain kegiatan pembelajaran dilanjutkan bahan ajar berikutnya. Hal ini dapat di identifikasi dari rendahnya hasil belajar yang diperoleh peserta didik (Ahmad dan Supriyono, 2004 : 150)
Kesenjangan yang penulis lihat selama ini bahwa pembelajaran remedial yang diterapkan belum sesuai denagan teori- teori yang ada. Metode yang diterapkan pada waktu pelaksanaan pembelajaran remedial selalu identik dengan satu metode saja yaitu dengan metode tes ulang atau ujian ulang, padahal masih banyak alternatif metode yang bisa digunakan selain metode tes (ujian) ulang.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian dangan judul “Perbedaan hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran remedial dengan  menggunakan modul dan CD interaktif pada materi termokimia ”.

1.2.    Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka identifikasi dalam penelitian ini adalah :
1.    Kesulitan  belajar siswa
2.    Cara pelaksananaan remedial yang belum sebagaimana mestinya
3.    Hasil belajar siswa yang masih rendah

1.3.     Batasan masalah
Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu :
1.    Metode pembelajaran remedial yang diteliti adalah penggunaan modul dan CD interaktif pada materi termokimia.
2.    Hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar kimia yang tidak mencapai KKB (Kriteria Ketuntasan Belajar) pada materi termokimia.

1.4.     Rumusan masalah
1     Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran remedial menggunakan modul dan CD interaktif pada materi termokimia ?

1.5.     Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah : untuk melihat keberhasilan pembelajaran remedial menggunakan modul dan CD interaktif pada materi termokimia kimia.

1.6.     Manfaat penelitian 
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dimampatakan oleh pihak- pihap yang berkompeten untuk memberikan :
1.    Bahan masukan bagi guru dan calon guru, tenteng pengajaran yang dapat membantu siswa dalam menanggulangi kesulitan belajar melalui pengajaran remedial.
2.    Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk membantu mengatasi kesulitan belajar siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3.    Sebagai bahan pemikiran untuk perkembangan dan penelitian selanjutnya. 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.    Kerangka teoritis

2.1.    Pengertian metode pembelajaran remedial
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Salah satu usaha yangtidak pernah guru tingalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Menrut Djamarah (2002:83) bahwa “metode mengajar adalah alat yang memotivasi eksterinstik sebagai strategi pembelajaran dan sebagai alat untuk mencapai tujuan”. Sedangkan menurut Hadi (2005:141) bahwa “metode mengajar secara efektif sanagt tergantung pada pemilihan dan penggunaan metode pengajaran yang serasi dengan tujuan mengajar”. Jadi metode  pengajaran yang dipergunakan akan ikut serta menentukan suksesnya pekerjaan seorang guru. Dari pengertian diatas  dapat dirumuskan bahwa metode mengajar adalah cara atau tehnik penyajian guru saat beerlangsungnya proses pembelajaran agar siswa belajaaar efekti,efesien dan menngenal pada tujuan yang akan dicapai.
Istilah yang digunakan untuk menjelaskan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan guru untuk membantu siswa dalam belajar adalah “Pembelajaran” sebelumnya digunakan istilah ”Proses belajar mengajar” dan “Pengajaran”.
Menurut Mulyasa (2004:100) bahwa : pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan prilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak  sekali faktor yang meempengaruhinya, baik faktor internal, yang datang dari dalam individu, maupun faktor faktor eksternalnya yang datang dari dari lingkungannya.
Menurut Mulyasa (2006:117) “Pembelajaran adalah aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai rencana yang telah diprogram”. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran itu melibatkan tiga kompoen yany saling berinteraksi yaitu guru sebagai pendidik, siswa sebagai peserta didik dan kurikulum.
Istilah remedial berasal dari bahasa Inggris yaitu “Remedy” yang berarti menyembuhkan, mengobati, memperbaiki,atau menolong. Istilah pembelajaran remedial pada mulanya adalah kegitan mengajar untuk anank luar biasa yang mengalami berbagai hambatan (sakit0. Dewasa ini pengertian itu sudah berkembaang seperti uraian tersebut, sehingga anak yang normal pun memerlukan pelayanan pembelajaran remedial.
Menrut makmun (2005 : 343) pembelajaran remedial adalah : Upaya guru (dengan atau tanpa bantuan/ kerja sama denagan ahli/ pihak lain) untuk menciptakan suatu situasi (kembali/ baru/ berbeda dari yang biasa)  yang memungkinkan individu atau kelompok siswa (dengan karakteristik) tertentu lebih mampu mengembangkan dirinya (meningkatkan prestasi, penyesuaian kembali) seoptimal mungkin sehingga dapat memenuhi kriteria keberhasilaan minimal yang diharapkan, dengan melalui suatu proses interaksi yang berencana, terorganisasi, terarah, terkoordinasi dan terkontrol dengan lebih memperlihatkan taraf kesesuaiannya terhadap keragaman kondisi objektif individu dan atau kelompok siswa yang bersangkutan serta daya dukung sarana dan lingkungan.
Menurut Fajar (2005 : 236) “Pembelajaran remedial merupakan bagian dari proses  pembelajaran yang telah direncanakan atau ditetapkan”. Tujuan untuk membantu siswa dalam membangun pengetahuan secara menyeluruh dengan memproses informasi tersebut dengan baik dan bermakna. Menurut Ahmad dan Supriyono (2004 : 152) “Remedial teaching atau pembelajaran remedial dalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan tau membetulkan atau dengan dengan singkat pengajaran yang membuat menjadi baik”.
Karwono (dalam http://karowono.wordpress.com/.) mengemukan bahwa : pembelajaran remedial (remedial teaching) dalam proses pembelajaran adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan perseterta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran remedial merupakan suatu cara/ tehnik atau pendekatan dalam proses pembelajaran denagan menggunakan pendekatan tertertu untuk membantu siswa yang mempunyai kesulitan dalam proses belajar mengajar sehingga tercapai ketuntasan belajar siswa. Pelaksanaan pembelajaran remedial dapat dialkukan dalam proses pembelajaran pada jam pelajaran biasa atau diluar jam pelajaran biasa (guru dapat membuat jadwal dengan koordinasi sekolah atau kesepakatan guru antara siswa).

2.2.    Tujuan dan fungsi pembelajaran remedial
Secara umum tujuan pembelajaran remedial tidak berbeda dengan pembelajaran biasa yaitu dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Secara khusus pembelajaran remedial bertujuan agar siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai hasil atau hasil belajar yang diharapkan sekolah melalui proses remedial.
Menurut Makmum (2005 : 357) yaitu : Sasaran akhir dari pengajaran remedial identik dengan pengajaran   biasa ( pada umumnya ), yaitu membantu setiap siswa dalam batas – batas normalitas tertentu agar dapat mengembangkan diri seoptimal mungkin sehingga dapat mencapai tingkat penguasaan atau ketuntasan ( level of mastery ) tertentu, sekurang–kurangnya sesuai dengan batas–batas kriteria keberhasilan yang dapat diterima (minimum acceptable perpormance) .
    Secara terperinci tujuan pembelajaran remedial menurut Ahmadi dan Supriyono (2004 : 154 ) yaitu :
a.    Agar siswa dapat memahami dirinya khususnya hasil belajarnya .
b.    Dapat memperbaiki / mengubah cara belajar ke arah yang lebih baik .
c.    Dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat .
d.    Dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik .
e.    Dapat melaksanakan tugas – tugas belajar yang diberikan kepadanya .
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran remedial ditujukan untuk mencapai  ketuntasan belajar , memperbaiki cara belajar siswa ke arah yang lebih baik , siswa bisa memilih pasilitas belajar yang sesuai dengan dirinya serta bisa mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong agar mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2005 : 154) “Dalam keseluruhan proses belajar mengajar, pengajaran perbaikan mempunyai fungsi : 1) Funngsi Korektif, 2) Fungsi Pemahaman, 3) Fungsi Pengaayaan, 4) Fungsi Penyesuaian, 5) Fungsi Akselarasi, dan 6) Fungsi Terapeutik.”
Korektif artinya dalam fungsi ini pembelajaran remedial dapat diadakan pembetulan atau perbaikan antara lain dengan perumusan tujuan, penggunaan metode, cara-cara belajar, materi dan alat pembelajaran, evaluasi, segi-segi pribadi, dan lain-lain.
Pemahaman artinya dari pihak guru, atau pihak lain dapat memahami siswa.
Penyesuaian pembelajaran remedial terjadi anatara dengan tuntutan dalam proses belajarnya. Artinya siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya sehingga peluang untuk mencapainya hasil yang lebih baik lebih besar.
Akselerasi maksudnya pembelajaran remedial dapat dipercepat proses belajar baik dari segi waktu mampu materi.
Terapeutik yaitu secara langsung ataupun tidak pembelajaran remedial dapat memperbaiki atau menyembuhkan kondisi pribadi yang menyimpang. Penyembuhan ini dapat menunjang pencapaian hasil yang baik dapat mempengaruhi pribadi peserta didik.
Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa fungsi dan tujuan pembelajaran remedial adalah untuk memperbaiki hasil peserta didik. Dengan mengikuti program pembelajaran remedial siswa dapat lebih memahami dirinya, terutama mengenai hasil belajarnya sehingga siswa dapat mengubah dan memperbaiki cara belajar, atau mengatasi penyebab kesulitan belajarnya.

2.3.     Media Pembelajaran

Pada awalnya ada anggapan bahwa guru adalah orang yang paling tahu. Paradigma itu kemudian berkembang menjadi guru lebih dahulu tahu. Namun sekarang bukan saja pengetahuan guru bisa sama dengan murid, namun murid bisa lebih dulu tahu dari gurunya. Itu semua dapat terjadi akibat perkembangan media informasi. Pada saat ini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Banyak contoh, dimana siswa dapat lebih dahulu mengakses informasi dari media masa seperti surat kabar, televisi, bahkan internet.
Sejalan dengan perubahan kurikulum dan otonomi pendidikan, bukan lagi masanya bagi guru untuk selalu menunggu petunjuk. Guru adalah tenaga profesional, bukan tukang. Oleh karena itu, sikap yang tepat adalah cepat menyesuaikan diri. Guru perlu segera mereposisi perannya. Pada saat ini guru tidak lagi harus menjadi orang yang paling tahu dikelas. Namun ia harus menjadi fasilitator belajar. Ada banyak sumber belajar yang tersedia, apakah sumber belajar yang dirancang untuk belajar ataukah yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar.
Masalahnya, sampai saat ini masih ada guru yang belum tertarik untuk menggunakan media dalam mengajar. Menurut Koesnandar (2005:1),
berdasarkan pengalaman dan diskusi dalam berbagai kesempatan dengan para guru, sekurang-kurangnya ada enam penyebab guru tidak menggunakan media. Keenam alasan tersebut adalah:
a. Menggunakan media itu repot
b. Media itu canggih dan mahal
c. Tidak bisa menggunakannya
d. Media itu hiburan sedangkan belajar itu serius
e. Tidak tersedia media disekolah
f. Kebiasaan menikmati bicara
Ada sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat. Untuk lebih mudah mengingatnya, pertimbangan tersebut dirumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu akronim dari access, cost, technology, interactivity, organization, dan novelty (Koesnandar, 2005:2)
1. Access
Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Apakah media yang kita perlukan itu tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan oleh murid.
2. Cost
Media canggih biasanya mahal. Namun, mahalnya biaya itu harus dihitung dengan aspek manfaatnya.
3. Technology
Mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah apakah teknologinya tersedia dan mudah dalam menggunakannya.
4. Interactivity
Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.
5. Organization
Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau yayasan mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya? Apakah di sekolah ini tersedia satu unit yang disebut pusat sumber belajar?
6. Novelty
Kebaruan dari media yang dipilih juga harus menjadi pertimbangan. Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi siswa.
Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar agar efektif, efisien dan berkualitas, idealnya perlu memperhatikan media pembelajaran. Selain itu, media pembelajaran juga memiliki nilai praktis dan kegunaan yang amat besar dalam proses belajar mengajar.

2.3.1.  Media Berbasis Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan dan perhitungan sederhana dan rumit (Arsyad, 2002:52)
Dewasa ini komputer memliki fungsi yang berbeda-beda dalam pendidikan dan latihan. Komputer berperan dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Computer-managed Instruction (CMI). Ada pula peran komputer sebagai alat pembantu tambahan dalam belajar. Pemanfaatannya meliputi penyajian informasi isi materi pelajaran, latihan atau kedua-duannya. Modus ini dikenal sebagai Computer-assisted Instruction (CAI). CAI mendukung pengajaran dan pelatihan akan tetapi bukanlah penyampai utama materi pelajaran.
Menurut Ena (2005:2), komputer telah mulai diterapkan dalam pelajaran mulai 1960. Dalam 40 tahun pemakaian komputer ini ada berbagai periode kecenderungan yang didasarkan pada teori pembelajaran yang ada. Periode yang pertama adalah pembelajaran menggunakan komputer dengan pendekatan behaviorist. Periode ini ditandai dengan pembelajaran yang menekankan pengulangan dengan metode latihan dan praktek. Periode yang berikutnya adalah periode pembelajaran komunikatif sebagai reaksi terhadap behaviorist. Penekanan pembelajaran adalah lebih pada pemakaian bentuk-bentuk tidak pada bentuk itu sendiri seperti pada pendekatan behaviorist.
Periode atau kecenderungan yang terakhir adalah pembelajaran dengan komputer yang integratif. Pembelajaran integratif memberi penekanan pada pengintegrasian berbagai keterampilan berbahasa, mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca serta mengintegrasikan teknologi secara lebih penuh pada pembelajaran. Lee merumuskan paling sedikit ada delapan alasan pemakaian komputer sebagai media pembelajaran (Ena, 2005:3). Alasan-alasan ini adalah: pengalaman, motivasi, meningkatkan pembelajaran, materi yang otentik, interaksi yang lebih luas, lebih pribadi, tidak terpaku pada sumber tunggal dan pemahaman global.
Pembelajaran dengan komputer akan memberikan motivasi yang lebih tinggi karena komputer selalu dikaitkan dengan kesenangan, permainan dan kreativitas. Dengan demikian pembelajaran itu sendiri akan meningkat.
Pembelajaran dengan komputer juga akan memberi kesempatan pada pembelajar untuk mendapat materi pembelajaran yang otentik dan dapat berinteraksi secara lebih luas. Pembelajaran pun menjadi lebih bersifat pribadi yang akan memenuhi kebutuhan strategi pembelajaran yang berbeda-beda.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran secara umum mengikuti proses instruksional sebagai berikut:
a. merencanakan, mengatur dan mengorganisasikan, menjadwalkan pengajaran.
b. mengevaluasi siswa (tes)
c. mengumpulkan data mengenai siswa
d. melakukan analisis statistik mengenai data pembelajaran
e. membuat catatan perkembangan pembelajaran (perseorangan atau kelompok).

Sejumlah ahli berpendapat bahwa masuknya teknologi komputer dikenal sebagai revolusi ketiga dalam dunia pendidikan. Revolusi pertama ditandai dengan ditemukannya teknologi pencetakan buku. Sedangkan revolusi kedua adalah munculnya konsep perpustakaan. Teknologi komputer yang mulai dikembangkan pada awal tahun 1950-an telah memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia (Pribadi dan Tita Rosita, 2005:4).
Komputer dapat dijadikan sebagai objek pembelajaran, misalnya ilmu komputer (computer science). Komputer dapat juga digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan proses tertentu, misalnya perhitungan atau kalkulasi dan penyimpanan data serta pemrosesan kata dan data (word and data processing).
Aplikasi komputer dalam bidang pembelajaran memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara individual (individual learning). Pemakai komputer atau user dapat melakukan interaksi secara langsung dengan sumber informasi. Perkembangan teknologi komputer jaringan (computer network) saat ini telah memungkinkan pemakainya melakukan interaksi dalam memperoleh pengetahuan dan informasi yang diinginkan. Berbagai bentuk interaksi pembelajaran dapat berlangsung dengan tersedianya medium komputer. Beberapa lembaga pendidikan jarak jauh di sejumlah negara yang telah maju memanfaatkan medium ini sebagai sarana interaksi. Pemanfaatan ini didasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh komputer dalam memberikan umpan balik (feedback) kepada pemakainya dengan segera. Heinich, dkk. mengemukakan sejumlah kelebihan dan juga kelemahan yang ada pada medium komputer (Pribadi dan Tita Rosita, 2005:4).

2.3.2.  Kelebihan Komputer
Aplikasi komputer sebagai alat bantu proses belajar memberikan keuntungan. Komputer memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya dalam memahami pengetahuan dan informasi yang ditayangkan. Penggunaan komputer dalam proses belajar membuat siswa dapat melakukan kontrol terhadap aktivitas belajarnya. Penggunaan komputer dalam lembaga pendidikan jarak jauh memberikan keleluasaan terhadap siswa untuk menentukan kecepatan belajar dan memilih urutan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan komputer untuk menayangkan kembali informasi yang diperlukan oleh pemakainya, yang diistilahkan dengan “kesabaran komputer”, dapat membantu siswa yang memiliki kecepatan belajar lambat. Dengan kata lain komputer dapat menciptakan iklim belajar efektif bagi siswa yang lambat (slow learner), tetapi juga memacu efektivitas belajar bagi siswa yang lebih cepat (fast learner).
Disamping itu, komputer dapat diprogram agar mampu memberikan umpan balik terhadap hasil belajar dan memberikan pengukuhan (reinforcement) terhadap prestasi belajar siswa. Dengan kemampuan komputer untuk merekam hasil belajar pemakainya (record keeping), komputer dapat diprogram untuk memeriksa dan memberikan skor hasil belajar otomatis. Komputer juga dapat dirancang agar dapat memberikan preskripsi atau saran bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar tertentu. Kemampuan ini mengakibatkan komputer dapat dijadikan sebagai sarana untuk pembelajaran yang bersifat individual (individual learning).
Kelebihan komputer yang lain adalah kemampuan dalam mengintegrasikan komponen warna, musik dan animasi grafik (graphic animation). Hal ini menyebabkan komputer mampu menyampaikan informasi dan pengetahuan dengan melakukan kegiatan belajar yang bersifat simulasi.
Lebih jauh, kapasitas memori yang dimiliki oleh komputer memungkinkan penggunanya menayangkan kembali hasil belajar yang telah dicapai sebelumnya. Hasil belajar sebelumnya ini dapat digunakan oleh siswa sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan belajar selanjutnya.
Keuntungan lain dari penggunaan komputer dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil belajar dengan penggunaan waktu dan biaya relatif kecil. Contoh yang tepat untuk ini adalah program komputer simulasi untuk melakukan percobaan pada mata pelajaran sains dan teknologi. Penggunaan program simulasi dapat mengurangi biaya bahan dan peralatan untuk melakukan percobaan.

2.3.3.  Keterbatasan Komputer
Disamping memiliki sejumlah kelebihan, komputer sebagai sarana komunikatif memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utama adalah tingginya biaya pengadaan dan pengembangan program komputer, terutama yang dirancang khusus untuk maksud pembelajaran. Disamping itu,
pengadaan, pemeliharaan, dan perawatan komputer yang meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) memerlukan biaya yang relatif tinggi. Oleh karena itu pertimbangan biaya dan manfaat (cost benefit analysis) perlu dilakukan ssebelum memutuskan untuk menggunakan komputer untuk keperluan pendidikan.
Masalah lain adalah compability dan incapability antara hardware dan software. Penggunaan sebuah program komputer biasanya memerlukan perangkat keras dan spesifikasi yang sesuai. Perangkat lunak sebuah komputer seringkali tidak dapat digunakan pada komputer yang spesifikasinya tidak sama.
Disamping kedua hal diatas, merancang dan memproduksi program pembelajaran yang berbasis komputer (computer basic instruction) merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Memproduksi program komputer merupakan kegiatan intensif yang memerlukan waktu banyak dan juga keahlian khusus.

2.3.4.     Media CD Interaktif
Kemajuan teknologi komputer berkembang pesat sejak ditemukannya prosesor kecil (micro processor). Micro processor berisikan semua kemampuan yang diperlukan untuk memproses berbagai perintah yang sebelumnya harus dilakukan oleh peralatan yang memenuhi ruangan besar.
Disamping untuk keperluan administrasi dan pengembangan usaha pada perusahaan, komputer pun mendapat tempat di sekolah-sekolah sebagai media pembelajaran. Bentuk-bentuk stimulus yang bisa dipergunakan sebagai
media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realia; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu pembelajar untuk mempelajari materi pelajaran. Namun demikian tidaklah mudah mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.
Teknologi komputer adalah sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga pembelajaran akan lebih optimal. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam pembelajaran. Namun kebanyakan pengajar tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus tersebut dengan program komputer sedangkan pemrogram komputer tidak menguasai pembelajaran.
Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari sehingga dengan demikian para pengajar akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pengajarannya.
Penggunaan komputer sebagai media pengajaran dikenal dengan nama pengajaran dengan bantuan komputer (Computer-assisted Instruction- CAI). Salah satu aplikasi CAI dalam dunia pendidikan adalah CD pembelajaran interaktif.
Heinich dkk. mengemukakan enam bentuk interaksi pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam merancang sebuah media pembelajaran interaktif untuk sistem pendidikan jarak jauh (Pribadi dan Tita Rosita, 2005:1). Bentuk-bentuk interaksi tersebut antara lain berupa praktik dan latihan (drill and practice), tutorial, permainan (games), simulasi (simulation), penemuan (discovery), dan pemecahan masalah (problem solving).
2.3.5.    Praktik dan latihan
Bentuk interaksi ini digunakan untuk melatih siswa menggunakan konsep, aturan (rules) atau prosedur yang telah diajarkan sebelumnya. Melalui serangkaian contoh dari konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, siswa diberi kesempatan untuk berlatih agar terampil dalam menerapkan konsep dan pengetahuan tersebut. Hal penting yang perlu diperhatikan agar siswa dapat memanfaatkan bentuk interaksi ini dalam merancang media pembelajaran adalah pemberian ganjaran (reward) yang kontinyu. Ganjaran diberikan setiap kali siswa berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Pemberian ganjaran yang positif (positive reward) terhadap prestasi belajar akan memberikan kemungkinan yang lebih besar kepada siswa untuk mengulangi keberhasilan yang telah dicapai. Hal ini dikenal dengan istilah reinforcement atau pengukuhan terhadap hasil belajar. Konsep pemberian ganjaran dan pengukuhan perlu dipertimbangkan dalam merancang media interaktif berbentuk praktik dan latihan.
Sebenarnya ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam merancang medium pembelajaran interaktif yaitu konsep mastery learning. Dalam konsep ini siswa dapat mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi hanya apabila ia telah berhasil menguasai pengetahuan dan keterampilan sebelumnya yang tentunya lebih rendah tingkatannya.
Interaksi yang berbentuk praktik dan latihan pada umumnya digunakan untuk proses pembelajaran yang memerlukan latihan dan keterampilan yang terus menerus (drill). Siswa diharapkan dapat menguasai suatu keterampilan tertentu apabila ia melakukan latihan terus menerus. Konsep-konsep dalam mata pelajaran matematika merupakan salah satu contoh topik yang sesuai untuk ditampilkan dalam bentuk interaksi praktik dan latihan. Contoh lain yaitu mata pelajaran bahasa. Penguasaan perbendaharaan kata-kata asing (vocabulary) dan keterampilan dalam menyusun kalimat efektif pada bidang studi bahasa dapat diajarkan melalui bentuk interaksi praktik dan latihan.
Program interaktif yang bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan praktik dan latihan dapat dirancang dalam bentuk permainan (game). Dalam program interaktif seperti ini siswa harus mempelajari aturan yang ada (repetitive) dan terlibat dalam sebuah permainan yang berisi latihan berulang-ulang untuk menguasai keterampilan atau kecakapan tertentu.
Biasanya interaksi yang berbentuk praktik dan latihan menampilkan sejumlah pertanyaan atau soal yang bervariasi yang harus dijawab oleh siswa. Siswa biasanya diberi kesempatan untuk mencoba beberapa alternatif jawaban sebelum tiba pada jawaban yang benar. Interaksi dalam bentuk ini biasanya berisi pertanyaan dan soal-soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Dalam interaksi berbentuk praktik dan latihan disediakan umpan balik dan pengukuhan (reinforcement) baik yang bersifat positif dan negatif.

4.2. Tutorial
Pada interaksi yang berbentuk tutorial, pengetahuan dan informasi ditayangkan dalam unit-unit kecil yang kemudian diikuti dengan serangkaian pertanyaan. Pola pembelajaran pada interaksi berbentuk tutorial biasanya dirancang secara bercabang (branching). Siswa dapat diberi kesempatan untuk memilih topik-topik pembelajaran yang ingin dipelajari dalam suatu mata pelajaran. Semakin banyak topik-topik pembelajaran yang dapat dipilih, akan semakin mudah program tersebut diterima oleh siswa. Dalam interaksi berbentuk tutorial, informasi dan pengetahuan dikomunikasikan sedemikian rupa seperti situasi pada waktu guru memberi bimbingan kepada siswa.

2.3.6.    Pemecahan masalah
Bentuk interaksi seperti ini memberi kemungkinan terhadap siswa untuk melatih kemampuan dalam memecahkan suatu masalah. Siswa dituntut untuk berpikir logis dan sistematis dalam memecahkan suatu permasalahan. Program-program interaktif berbentuk pemecahan masalah memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya.
Umpan balik tetap merupakan faktor yang sangat penting dalam program-program pembelajaran yang berbentuk interaktif. Umpan balik dapat dipergunakan oleh siswa untuk mengetahui tingkat keberhasilannya dalam memecahkan soal atau masalah. Program-program berbentuk pemecahan masalah biasanya berisi beberapa soal atau masalah yang
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesulitan yang dikandung di dalamnya. Siswa dapat mencoba memecahkan masalah yang lebih tinggi tingkatannya setelah berhasil memecahkan masalah dengan tingkat kesulitan yang lebih rendah. Program interaktif berbentuk pemecahan masalah sangat tepat digunakan dalam mata kuliah sains dan teknologi, walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk dapat diterapkan pada mata kuliah non eksakta (ilmu sosial).
Dalam media pembelajaran seperti komputer dan video interaktif, bentuk-bentuk interaksi yang telah dikemukakan tadi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Program komputer berbentuk permainan (games) pasti memuat soal-soal atau permasalahan yang harus dipecahkan (problem solving) oleh siswa. Demikian pula halnya dengan program interaktif berbentuk tutorial yang memuat latihan untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Keberhasilan penggunaan komputer dalam pengajaran amat tergantung pada berbagai faktor. Oleh karena itu para ahli telah mencoba untuk mengajukan prinsip-prinsip perancangan CAI yang diharapkan bisa melahirkan program CAI yang efektif.
1. Belajar harus menyenangkan
Untuk membuat proses pembelajaran dengan bantuan komputer (terutama permainan instruksional) menyenangkan, ada tiga unsur yang perlu diperhatikan.
a.    Menantang, yaitu program permainan harus menyajikan tujuan yang hasilnya tidak menentu dengan cara menyiapkan beberapa tingkatan kesulitan baik secara otomatis atau dengan pilihan siswa atau dengan menyiapkan berbagai tujuan permainan pada setiap tingkat kesulitan.
b.    Fantasi dimana kegiatan instruksional dalam permainan itu dapat menarik dan menyentuh secara emosional.
c.    Ingin tahu, yaitu kegiatan instruksional harus dapat membangkitkan indera ingin tahu siswa dengan menggabungkan efek-efek audio dan visual serta musik dan grafik. Kemudian siswa dapat dituntun ke dalam situasi yang mengherankan namun disertai dengan situasi berisikan informasi yang dapat membantu siswa memahami kesalahan persepsi ketika pertama memasuki situasi tadi.
2. Interaktivitas
Dalam merancang program CAI, kegiatan pengajaran dengan bantuan komputer yang dapat memenuhi keperluan interaktivitas dalam pembelajaran sebaiknya mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut:
a. Dukungan komputer yang dinamis
Program pengajaran dengan bantuan komputer itu harus mengambil inisiatif awal untuk tugas-tugas yang harus dikuasai oleh siswa disamping memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memikul tanggung jawab sejalan dengan kemajuan yang diperolehnya dalam tingkat penguasaan tugas-tugas itu.
b. Dukungan sosial yang dinamis
Program pengajaran dengan bantuan komputer tersebut harus mampu mendorong dan memungkinkan terjadinya interaksi dan saling membantu antar rekan siswa atau antara siswa yang awam dengan mereka yang sudah menguasai.
c. Aktif dan interaktif
Siswa harus berperan aktif dalam setiap kegiatan selama pembelajaran dengan bantuan komputer.
d. Keluasan
Siswa harus memperoleh berbagai ragam jenis latihan pembelajaran dengan bantuan komputer.
e. Power
Kegiatan pengajaran harus memberikan kesempatan kepada siswa pemula untuk melahirkan hasil yang menarik dengan upaya yang relatif ringan.


2.3.7.    MODUL CETAK

A. Pengertian dan Karakteristik Modul
       Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya. Maka dari itulah, media ini sering disebut bahan instruksional mandiri. Pengajar tidak secara langsung memberi pelajaran atau mengajarkan sesuatu kepada para murid-muridnya dengan tatap muka, tetapi cukup dengan modul-modul ini.         Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sis- tematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila.
1. Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus.
a. Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas.
b. Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas.
c. Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pema- paran materi pembelajaran.
d. Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya.
e. Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya.
f. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g. Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
h. Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat melakukan ‘self assessment’.
i. Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi.
j. Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi; dan
k. Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh.      Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
 3. Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempe- lajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.
4. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap “up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
 5. User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti.

Fungsi dan Tujuan Penulisan Modul
     Penggunaan modul sering dikaitkan dengan aktivitas pembelajaran mandiri (self-instruction). Karena fungsinya yang seperti tersebut di atas, maka konsekuensi lain yang harus dipenuhi oleh modul ini ialah adanya kelengkapan isi; artinya isi atau materi sajian dari suatu modul haruslah secara lengkap terbahas lewat sajian-sajian sehingga dengan begitu para pembaca merasa cukup memahami bidang kajian tertentu dari hasil belajar melalui modul ini. Kecuali apabila pembaca menginginkan pengembangan wawasan tentang bidang tersebut, bahkan dianjurkan untuk menelusurinya lebih lanjut melalui daftar pustaka (bibliografi) yang sering juga dilampirkan pada bagian akhir setiap modul. Isi suatu modul hendaknya lengkap, baik dilihat dari pola sajiannya, apalagi isinya.
Modul mempunyai banyak arti berkenaan dengan kegiatan belajar mandiri. Orang bisa belajar kapan saja dan di mana saja secara mandiri. Karena konsep belajarnya berciri demikian, maka kegiatan belajar itu sendiri juga tidak terbatas pada masalah tempat, dan bahkan orang yang berdiam di tempat yang jauh dari pusat penyelenggara pun bisa mengikuti pola belejar seperti ini. Terkait dengan hal tersebut, penulisan modul memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.
2. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta belajar maupun guru/ instruktur.
3. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar; mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan siswa atau pebelajar belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
4. Memungkinkan siswa atau pebelajar dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Dengan memerhatikan tujuan-tujuan di atas, modul sebagai bahan ajar akan sama efektifnya dengan pembelajaran tatap muka. Hal ini tergantung pada proses penulisan modul. Penulis modul yang baik menulis seolah-olah sedang mengajarkan kepada seorang peserta mengenai suatu topik melalui tulisan. Segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis saat pembelajaran, dikemukakan dalam modul yang ditulisnya. Penggunaan modul dapat dikatakan sebagai kegiatan tutorial secara

3.    Pembelajaran Menggunakan Modul
     Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses komunikasi yang diwujudkan melalui kegiatan penyampaian informasi kepada peserta didik. Informasi yang disampikan dapat berupa pengetahuan, keahlian, skill, ide, pengalaman, dan sebagainya. Informasi tersebut biasanya dikemas sebagai satu kesatuan yaitu bahan ajar (teaching material). Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya bahan ajar memungkinkan peserta didik mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Bahan ajar disusun dengan tujuan; (1) membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu; (2) menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar; (3) memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran; serta (4) agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
     Pembelajaran dengan modul adalah pendekatan pembelajaran mandiri yang berfokuskan penguasaan kompetensi dari bahan kajian yang dipelajari peserta didik dengan waktu tertentu sesuai dengan potensi dan kondisinya. Sistem belajar mandiri adalah cara belajar yang lebih menitikberatkan pada peran otonomi belajar peserta didik. Belajar mandiri adalah suatu proses di mana individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain untuk mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri; merumuskan/menentukan tujuan belajarnya sendiri; mengidentifikasi sumber-sumber belajar; memilih dan melaksanakan strategi belajarnya; dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri.
     Belajar mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat kebe- basan, tanggung jawab dan kewenangan lebih besar kepada peserta didik. Peserta didik mendapatkan bantuan bimbingan dari guru/tutor atau orang lain, tapi bukan berarti harus bergantung kepada mereka. Belajar mandiri dapat dipandang sebagai proses atau produk. Sebagai proses, belajar mandiri mengandung makna sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan di mana peserta didik diberikan kemandirian yang relatif lebih besar dalam kegiatan pembelajaran. Belajar mandiri sebagai produk mengandung makna bahwa setelah mengikuti pembelajaran tertentu peserta didik menjadi seorang pebelajar mandiri.
Implikasi utama kegiatan belajar mandiri adalah perlunya mengopti- malkan sumber belajar dengan tetap memberikan peluang otonomi yang lebih besar kepada peserta didik dalam mengendalikan kegiatan belajarnya. Peran guru/tutor bergeser dari pemberi informasi menjadi fasilitator belajar dengan menyediakan berbagai sumber belajar yang dibutuhkan, merangsang semangat belajar, memberi peluang untuk menguji/mempraktikkan hasil belajarnya, memberikan umpan balik tentang perkembangan belajar, dan membantu bahwa apa yang telah dipelajari akan berguna dalam kehidupannya. Untuk itulah diperlukan modul sebagai sumber belajar utama dalam kegiatan belajar mandiri.
     Pembelajaran menggunakan modul bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut: (1) meningkatkan efektivitas pembelajaran tanpa harus melalui tatap muka secara teratur karena kondisi geografis, sosial ekonomi, dan situasi masyarakat; (2) menentukan dan menetapkan waktu belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan belajar peserta didik; (3) secara tegas mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik secara bertahap melalui kriteria yang telah ditetapkan dalam modul; (4) mengetahui kelemahan atau kompetensi yang belum dicapai peserta didik berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul sehingga tutor dapat memutuskan dan membantu peserta didik untuk memperbaiki belajarnya serta melakukan remediasi.
     Tujuan pembelajaran menggunakan modul untuk mengurangi keragaman kecepatan belajar peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri. Pelaksanaan pembelajaran modul lebih banyak melibatkan peran peserta didik secara individual dibandingkan dengan tutor. Tutor sebagai fasilitator kegiatan belajar, hanya membantu peserta didik memahami tujuan pembelajaran, pengorganisasian materi pelajaran, melakukan evaluasi, serta menyiapkan dokumen.
     Penggunaan modul didasarkan pada fakta bahwa jika peserta didik diberikan waktu dan kondisi belajar memadai maka akan menguasai suatu kompetensi secara tuntas. Bila peserta didik tidak memperoleh cukup waktu dan kondisi memadai, maka ketuntasan pelajaran akan dipengaruhi oleh derajat pembelajaran. Kesuksesan belajar menggunakan modul tergantung pada kriteria peserta didik didukung oleh pembelajaran tutorial. Kriteria tersebut meliputi ketekunan, waktu untuk belajar, kadar pembelajaran, mutu kegiatan pembelajaran, dan kemampuan memahami petunjuk dalam modul.

2.4.    Tinjauan Materi

Pengertian termokimia
      Termokimia adalah : bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan kalor atau
panas suatu zat yang menyertai suatu reaksi atau proses kimia dan
fisika. Secara operasional termokimia berkaitan dengan pengukuran dan pernafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan, dan pembentukan larutan.
Termokimia merupakan pengetahuan dasar yang perlu diberikan atau yang dapat diperoleh dari reaksi-reaksi kimia, tetapi juga perlu sebagai pengetahuan dasar untuk pengkajian teori ikatan kimia dan struktur kimia. Fokus bahasan dalam termokimia adalah tentang jumlah kalor yang dapat dihasilkan oleh sejumlah tertentu pereaksi serta cara pengukuran kalor reaksi.
          Termokimia merupakan penerapan hukum pertama termodinamika terhadap peristiwa kimia yang membahas tentang kalor yang menyertai reaksi kimia.
Untuk memahami termokimia perlu dibahas tentang:
(a) Sistem, lingkungan, dan alam semesta.
(b) Energi yang dimiliki setiap zat.
(c) Hukum kekekalan energi.

Harga entalpi zat sebenarnya tidak dapat ditentukan atau diukur. Tetapi ?H dapat ditentukan dengan cara mengukur jumlah kalor yang diserap sistem. Misalnya pada perubahan es menjadi air, yaitu 89 kalori/gram. Pada perubahan es menjadi air, ?H adalah positif, karena entalpi hasil perubahan, entalpi air lebih besar dari pada entalpi es. Termokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi. Pada perubahan kimia selalu terjadi perubahan entalpi. Besarnya perubahan entalpi adalah sama besar dengan selisih antara entalpi hasil reaksi dam jumlah entalpi pereaksi. Pada reaksi endoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih besar, sehingga ?H positif. Sedangkan pada reaksi eksoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih kecil, sehingga ?H negatif. Perubahan entalpi pada suatu reaksi disebut kalor reaksi. Kalor reaksi untuk reaksi-reaksi yang khas disebut dengan nama yang khas pula, misalnya kalor pembentukan,kalor penguraian, kalor pembakaran, kalor pelarutan dan sebagainya. Suatu reaksi kimia dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu pereaksi dan hasil reaksi atau produk. Perhatikan suatu reaksi yang berlangsung pada sistem tertutup dengan volume tetap (?V = 0), maka sistem tidak melakukan kerja, w = 0. Jika kalor reaksi pada volume tetap dinyatakan dengan qv , maka persamaan hukum I termodinamika dapat ditulis:
      ?U = qv + 0 = qv = q reaksi                 (8)
q reaksi disebut sebagai kalor reaksi. Hal ini berarti bahwa semua perubahan energi yang menyertai reaksi akan muncul sebagai kalor. Misal: suatu reaksi eksoterm mempunyai perubahan energi dalam sebesar 100 kJ. Jika reaksi itu berlangsung dengan volume tetap, maka jumlah kalor yang dibebaskan adalah 100 kJ. Kebanyakan reaksi kimia berlangsung dalam sistem terbuka dengan tekanan tetap (tekanan atmosfir). Maka sistem mungkin melakukan atau menerima kerja tekanan – volume, w = 0). Oleh karena itu kalor reaksi pada tekanan tetap dinyatakan dengan qp , maka hukum I termodinamika dapat ditulis sebagai berikut:
      ?U = qp + w atau qp = ?U – w = q reaksi         (9)
Untuk menyatakan kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap, para ahli mendefinisikan suatu besaran termodinamika yaitu entalpi (heat content) dengan lambang “H“ Entalpi didefinisikan sebagai jumlah energi dalam dengan perkalian tekanan dan volume sistem, yang dapat dinyatakan:
      H = U + P V                         (10)
Reaksi kimia termasuk proses isotermal, dan bila dilakukan di udara terbuka maka kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai:
      qp =  ?H                         (11)
Jadi, kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap sama dengan perubahan entalpi. Oleh karena sebagian besar reaksi berlangsung pada tekanan tetap, yaitu tekanan atmosfir, maka kalor reaksi selalu dinyatakan sebagai perubahan entalpi (?H). Akibatnya, kalor dapat dihitung dari perubahan entalpi reaksi, dan
perubahan entalpi reaksi yang menyertai suatu reaksi hanya ditentukan oleh keadaan awal (reaktan) dan keadaan akhir (produk).
      q = ?H reaksi = Hp - Hr                 (12)
PERUBAHAN ENTALPI BERDASARKAN HUKUM HESS
          Banyak reaksi yang dapat berlangsung secara bertahap. Misalnya pembakaran karbon atau grafit. Jika karbon dibakar dengan oksigen berlebihan terbentuk karbon dioksida menurut persamaan reaksi:
C(s) + O2 (g)                   ? CO2 (g) ?H = - 394 kJ
Reaksi diatas dapat berlangsung melalui dua tahap. Mula-mula karbon dibakar dengan oksigen yang terbatas sehingga membentuk karbon monoksida. Selanjutnya, karbon monoksida itu dibakar lagi untuk membentuk karbon dioksida. Persamaan termokimia untuk kedua reaksi tersebut adalah:
C(s) + ½ O2 (g)                    ? CO (g) ?H = - 111 kJ
CO (g) + ½ O2 (g)                ? CO2 (g) ?H = - 283 kJ
Jika kedua tahap diatas dijumlahkan, maka diperoleh:
C(s) + ½ O2 (g)?                      ?CO (g) ?H = - 111 kJ
CO (g) + ½ O2 (g)                 ?CO2 (g) ?H = - 283 kJ

C(s) + O2 (g)                         ? CO2 (g) ?H = - 394 kJ


PERUBAHAN ENTALPI BERDASARKAN ENTALPI PEMBENTUKAN
          Kalor suatu reaksi dapat juga ditentukan dari data entalpi pembentukan zat pereaksi dan produknya. Dalam hal ini, zat pereaksi dianggap terlebih dahulu terurai menjadi unsur-unsurnya, kemudian unsur-unsur itu bereaksi membentuk zat produk.
Secara umum untuk reaksi:
m AB + n CD -----? p AD + q CB ?H0 = jumlah ?H0 f (produk) - jumlah ?H0 f (pereaksi)
PERUBAHAN ENTALPI BERDASARKAN ENERGI IKATAN
          Energi ikatan didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas. Energi ikatan dinyatakan dalam kilojoule per mol (kJ mol -1 )Energi berbagai ikatan diberikan pada
 Harga Energi ikatan berbagai molekul (kJ/mol) Molekul Diatomik
H – H 432,0         F – F 154,8         O = O 493,6
H – F 565         Cl– Cl 239,7         N = O 607
H – Cl 428,0         Br–Br 190,0         N = N 942,7
H– Br 362,3         I – I 149,0         C = O 1071
H – I 294,6
Ikatan Kovalen Tunggal
H – C 415     C – C 345     Si – Si 220     N – N 165     O – O 145
H – N 390     C – N 305     Si – F 565     N – O 200     O – Si 450
H – O 460    C – O 360     Si – Cl 380     N – F 285     O – P 335
H – Si 315     C – Si 290     Si– Br 310     N – Cl 200     O – F 190
H – P 320     C – P 265     Si – N 320     N – Br 243     O – Cl 220
H – S 365     C – S 270     Sn–Sn 145     N – I 159     O – Br 200
H– Te 240     C – F 485     Sn–Cl 325     P – P 200     S – S 250
C – Cl 325     P – F 490     S – F 285
C– Br 285     P – Cl 325     S – Cl 255
C – I 215     P – Br 265     Se –Se 170
P – I 185
As– Cl 320

Ikatan Kovalen Ganda
C = C 615         N = N 420 C ? C 835
C = N 615         N = O 605 C ? N 890
C = O 750 805*     O = P 545
C = S 575         O = S 515
* energi ikatan C = O dalam CO2
2.5.    Kerangka Berpikir
Pengajaran remedial merupakan  bentuk pengajaran yang bersifat perbaikan kesulitan belajar siswa, yang bertujuan sebagai penyembuh peserta didik  dalam mengatasi kesulitan belajarnya. Untuk itu dalam mengajar guru harus ada memperhatikan adanya perbedaan individual pada siswa yang baik tingkat kecerdasan, kecepatan belajar dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik. Memperhatikan perkembangan siswa secara individu memang bukan hal mudah, mengingat pembelajaran yang dilakukan umumnya masih secara klasial.
Perbedaan individual ini menjadi salah satu tolak ukur bagi seorang guru dalam memilih strategi mengajar. Dalam kasus kesulitan belajar siswa, bagi siswa yang cepat dalam memahami pelajaran dapat diberi pengayaan, sedangkan bagi anak lambat yang belum menguasai pelajaran tertentu dapat diberikan program remedial. Pelaksanaan remedial adalah salah satu stategi yang dapat digunakan oleh guru untuk mencapai ketuntasan  belajar dengan beberapa metode. 
Dengan menggunakan CD interaktif di dalam pembelajaran kimia pokok bahasan termokimia, maka siswa lebih mudah, nyaman, leluasa dan mandiri dalam mempelajari materi tersebut. CD interaktif dibuat sedemikian rupa sehingga setiap sub bab atau bagian mempunyai bagian yang terpisah supaya mudah untuk dicari. Dengan menggunakan CD interaktif ini siswa dapat berulang-ulang melihat dan mendengarkan penjelasan tentang termokimia dan reaksi sederhana karena di dalam CD ini terdapat keterangan dalam bentuk audio juga.
Hal inilah yang mempermudah siswa belajar menggunakan CD interaktif, khususnya untuk pokok bahasan termokimia dan persamaan reaksi sederhana.
    Pembelajaran dengan mengngunakan modul cetak sehingga memudahkan siswa untuk  memehami konsep pembelajaran dalam materi termokimia. Dengan menggunakan modul cetak ini membuat siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam modul cetak tercantum kata-kata sulit agar bisa dipahami siswa, dengan modul cetak pembelajaran siswa menjadi terarah sesuai dengan tujuan pembelajara.


2.6.    Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho = Tidak ada perbedaan hasil belajar yang siknifikan antara pembelajaran remedial dengan modul cetak dengan pembelajaran  CD interaktif.

BAB III
METOLOGI PENELITIAN
3.1.     Lokasi Penelitian
    Penelitian ini akan dilaksanakan di SMK PAB 6 Medan Estate yang beralamat di Jl. Mesjid No. 1 Medan estate. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Juli - Agustus 2010.
3.2.     Populasi dan Sampel
1.    Populasi
    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/ siswi  kelas XI SMK PAB 6 medan Estate Tahun Ajaran 2010/ 2011 yang terbagi kedalam dua kelas.
2.    Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa/ siswi kelas XI SMK PAB 6 Medan Estete yaitu kelas XI M-1 sebagai kelas eksperimen I dan kelas XI M-2 sebagai kelas eksperimen II . Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive  sampling, hasil yang post test siswa pada masing-masing kelas yaitu siswa yang mengikuti remedial.



3.3.     Variabel Penelitian dan Defenisi operasional
1.    Variabel Penelitian
    Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua variabel yaitu :
a.    Variabel bebas (X) yaitu metode pembelajaran remedial yang akan diteliti adalah :
-    Metode pengajaran ulang.
-    Modul cetak
-    CD interktif

b.    Variable terikat (Y) yaitu tingkat kesulitan yaitu  :
-    Hasil belajar siswa

2.    Defenisi operasional
a.    Pembelajaran remedial
1.    Metode pengajaran ulang adalah suatu tehnik / cara atau pendekatan dalam pembelajaran yyang dilakukan oleh guru dengan menggunakan penjelasan –penjelasan ulang terhadap materi pembelajaran yang kurang dipahami oleh siswa sehingga tercapai ketuntasan belajar.
2.     CD interaktif adalah  suatu media pembelajaran untuk mempermudah pembelajaran dengan menggunakan sarana computer.
3.    Modul cetak adalah  suatu media pembelajaran untuk mempermudah pembelajaran.
4.    Tingkat kesulitan adalah batasan kesulitan siswa pemahaman materi pelajaran yang telah dipelajari siswa.
5.    Hasil belajar siswa adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yang ditunjukkan melalui nilai baik berupa hurup maupun angka.
3.4.     Rancangan Penelitian
    Penelitian sederhana ini dapat dilakukan berdasarkan rancangan penelitian sebagai berikut :
1.    Setelah kita memberikan perlakuan dengan metode konvensional maka diberikan post test kepada masing-masing kelas untuk mengetahui apakah siswa telah tuntas atau belum dalam proses pembelajaran.
2.    Setelah diketahui siswa yang mengikuti remedial pada masing-masing kelas, maka pada kelas eksperimen I dilakukan pembelajaran remedial dengan  modul cetak, dan kelas eksperimenII dengan pembelajaran ulang dengan CD interaktif.
3.    Tahap ahir dilakukan post test kepada kelas ekeperimen I da eskperimen II  untuk mengetahui bagaimana tingkat pencapaian hasil belajar siswa yang diperoleh siswa setelah dilakukan remedial.

Table I
Rancangan Penelitian
Kelompok    Post test    Perlakuan    Post test
Ekperimen I    O    X1    O
Ekperimen II    O    X2    O

Keterangan : X1 = Pembelajaran remedial dengan  menggunakan modul cetak.
     X2 = pembelajaran remedial dengan menggunakan CD intraktif.

3.5.     Tehnik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dngan cara memberikan tes hasil belajar yang berbentuk pilihan ganda dengan sebanyak 20 item test. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan test adalah satu jam pelajaran baik pre-tst maupun pos-test. Jumlah soal yang dibuat disusun sesuai dengan kurikulum dan tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
3.5.1.    Validitas Test
Untuk menguji validitas test penulis menggunakan rumus korelasi product moment yaitu :

rxy = 

dimana :
rxy      =  Koefisien Validitas
X     =  Skor item soal
Y      = skor total seluruh item
n      = Jumlah soal
Kriteria pengujian item soal dapat dinyatakan valid apabila rhitung >  rtabel.

3.5.2.    Reabilitas Test
Untuk menguji reabilitas test digunakan rumus Kruder Richardson (KR-20)  sebagai berikut :

r11 =   
Dimana :
  r11         = Reabilitas instrument
 n         = Banyaknya butir pertanyaan
 p         = Proporsi subjek yang menjawab item dengan  benar
 q         = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
 pq         = Jumlah antara perkalian antara p dan q
 S2         = Varian total
Dari hasil perhitungan realibilitas test instrument, soal dinyatakan reliable apabila rhitung > rtabel.

3.5.3.    Daya pembeda
Untuk menentukan daya pembeda  soal yang digunakan rumus indeks diskriminasi dengan rumus :
DP =   - 
Dimana :
    JA     = jumlah peserta kelompok atas
    JB     = jumlah peserta kelompok bawah
    BA     = jumlah kelompok atas yang menjawab benar
    BB     = jumlah kelompok atas yang menjawab salah
Dengan kriteria :
D  = 0,00 – 0,20    : jelek (Poor)
D  = 0,21 – 0,40    : cukup (Satisfactory)
D  = 0,41 – 0,70    : baik (Good)
D  = 0,71 – 1,00    : baik sekali (xcellent)
D  = negatif,     : semua tidak baik dan sebaiknya soal dibuang saja


3.5.4.     Tehnik Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah data dari kedua kelas ini diperoleh maka langkah-langkah yang dilakukan adalah :
a.    Uji Normalitas
    Bertujuan untuk melihat apakah berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji kenormalan data digunakan uji Chi-Square (Usman, 2006), dan dalam perhitungan menggunakan SPSS 13.

Dimana :
Oi = Frekuensi yang diamati
hi  = Frekuensi yang diharapkan
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
•    Jika  hitung  <  tabel maka berdistribusi normal
•    Jika    hitung  >    tabel maka data tidak betdisrtibusi normal
•    Pada taraf signifikan    = 0,05
•      tabel pada dk = (dk - 3) dan dk = banyak kelas


b.    Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data mempunyai varians yang homogen atau tidak.
    F = 
    Kriteria pengujian adalah jika F hitung < F tabel maka Ho diterima (homogen) pada taraf signifikan  = 0,05.
c.    Uji Hipotesis
 Hipotesis diuji dengan uji t dua pihak (Usman, 2006), dan dalam perhitungan digunakan SPSS seri 13 .
thitung =             
Dengan  :
  dan      =  Rata-rata sampel
S    =  varians gabungan
n1 dan n2    =  Jumlah sampel
Kriteria pengujian adalah : Jika thitung  >  ttabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak, dengan taraf signifikan    = 0,05.
DAFTAR FUSTAKA
Afrini, Lubis. 2010. Perbedaan Hasil Belajar Kimia Siswa Yang Diberi Dengan Pengajaran Media Animasi Dan Media Peta Konsep Pada Pokok Bahasan Sistim Periodik Unsur Di Kelas X SMA N 5 Padang Sidimpuan Tahun Ajaran 2009/2010. Medan. Skipsi. Unimed.
Ahmad, A. dan Supriyono, W. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Ahmad, Habibi. 2009. Pengaruh Metode Pembelajaran Remedial Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa SMK PAB 6 Medan Estate Thun ajaran 2008/2009. Medan. Skripsi. Unimed.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjon. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
 Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Hadi, Hamiru, Dkk. 2005. Tehnik Mengajar Secara Sistimatis. Jakarta. Rineka Cipta.
http//Muh_Rosyidblogspot. Pengertian , fungsi dan penulisan modul.
Makmun, Syamsuddin, Abin. 2005. Psikologi Pendidikan Perangkat Sistem  Pengajaran Modul. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis kompetensi. Bandung : Remaja rosdakarya.
Niscahayati. 2007. Pengaruh Pengguanaan Remedial Terhadap Hasil Belajar Siswa Di Kelas XII MAN Pematang Siantar Tahun Ajaran 2006/2007. Medan. Sripsi. Unimed.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Sudjana. 2005. Metode Stastika. Bandung : Tarsito.

Rabu, 08 September 2010

“Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Struktur Atom kelas X SMA Cerdas Murni Medan Pada Tahun Pelajaran 2009/2010".

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu ditunjang oleh kinerja yang bermutu tinggi. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter, perkembangan ilmu dan mental seorang anak, yang nantinya akan tumbuh menjadi seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan banyak hal terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.
Mengacu kepada sistem pendidikan Nasional Undang–Undang No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Syah, M. 2003:1)
Jika menginginkan pendidikan terlaksana secara teratur, berbagai elemen (komponen) yang terlibat dalam kegiatan pendidikan perlu dikenali. Pendidikan dapat dilihat dari hubungan elemen peserta didik (siswa), pendidik (guru), dan interaksi keduanya dalam usaha pendidikan, seperti yang dinyatakan oleh Sukadi (2006:45) yang mengemukakan bahwa efektivitas pembelajaran sangat ditentukan oleh pola komunikasi multi trafic (multi trafic communication). Dalam pola komunikasi multi trafic ini, komunikasi terjadi antara guru degan siswa dan siswa dengan siswa.    
 Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta mengena pada tujuan yang  diharapkan. Salah satu langkah untuk memenuhi strategi itu ialah harus menguasai teknik–teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar. Salah satu metode pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip konstruktivistik adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Model pembelajaran ini mengacu pada metode pembelajaran dimana peserta didik bekerjasama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar (Asriyanti:http://one.Indoskripsi.com/click/6452/0).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nainggolan (2008) dan Sitanggang (2008) mengatakan bahwa hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur atom dan bunyi mengalami peningkatan hasil belajar sebesar 18,42% dan 41,71 menjadi 72,29 serta nlai pengaruh pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar siswa adalah 8,16%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yuliana (2008) pada pokok bahasan struktur atom menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada pembelajaran kooperati tipe NHT terhadap hasil belajar siswa. Hal inidapat dilihat dari harga gain rata-rata kelas eksperimen 0,662 dan kelas kontrol 0,464.   
Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala–gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika dan energitika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan dan  energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.
Dari uraian tersebut diatas, timbul sebuah pertanyaan apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan strukur atom di SMA? Untuk menjawab pertanyaan diatas maka dibuatlah suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Struktur Atom kelas X SMA Cerdas Murni Medan Pada Tahun Pelajaran 2009/2010.

1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam peneltian ini adalah :
1.     Cara yang digunakan guru dalam mengajar masih ada yang monoton
2.    Kurangnya minat belajar siswa terhadap materi kimia
3.    Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar 

1.3.     Rumusan Masalah
Dalam hal ini yang menjadi rumusan masalah adalah:
1.     Bagaimanakah aktifitas belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT?
2.    Apakah ada pengaruh yang signifikan antara kelas eksperimen yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan kelas kontrol yang diajar dengan metode konvensional terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur atom?
3.    Seberapa besar pengaruh pembelajaran kooperatif tipe NHT  terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan Struktur atom kelas X SMA Cerdas Murni Medan T.P 2009/2010

1.4.     Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah sebagai berikut:
1.    Pokok bahasan struktur atom
2.     pengaruh pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe NHT
3.    Hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur atom

1.5.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.    Mengetahui aktifitas belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT
2.    Mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode konvensional terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur atom
3.    Mengetahui seberapa besarkah pengaruh antara siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan siswa yang diajar dengan metode konvensional terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur atom

1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Sebagai informasi bagi guru tentang gambaran hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur atom melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT
2.    Sebagai bahan masukan bagi peneliti sebagai calon guru tentang model pembelajaran yang akan digunakan dalam melaksanakan tugas mengajar 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Pembelajaran
    Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan, Saylor dalam Mulyasa, E (2006:117).
    Dalam hal ini, guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran.
2.1.2. Hasil Belajar
    Robert M. Gagne dalam Slameto (1991:93) mengelompokkan kondisi-kondisi belajar (system lingkungan belajar) sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai.
    Gagne mengemukakan delapan macam yang kemudian disederhanakan menjadi lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, sehingga pada gilirannya, membutuhkan sekian macam kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) untuk pencapaiannya.
Kelima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah:
a.    Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik);
b.    Strategi kognitif, mengatur “cara mengajar” dan berpikir seorang didalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah;
c.    Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan ini umumnya dikenal dan tidak jarang;
d.    Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah, antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka dan sebagainya;
e.    Sikap dan nilai, berhubungn dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana dapat dsimpulkan kecenderungannya bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.
Kelima macam hasil belajar tersebut diatas menyarankan, bahkan mempersyaratkan kondisi-kondisi belajar tertentu sehingga dapat dijabarkan strategi-strategi  belajar-mengajar yang sesuai.
2.1.3. Pembelajaran Kooperatif
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Menurut Ngalim purwanto: belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku,yang terjadi sebagai hasil dari suatu latihan atau pengalaman sedangkan menurut Djamarah (1999) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pembelajaran koperatif merupakan pendekatan belajar dimana siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa. Mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil pembelajaran. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggota-anggotanya dapat bekerja sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman yang lain. Ketika kerja sama ini berlangsung tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah dalam pelajaran tertentu siswa sebagai kelompok yang berupaya untuk menemukan sesuatu. Kemudian setelah jam pelajaran habis siswa dapat bekerja sebagai kelompok-kelompok diskusi dan setelah itu siswa akan mendapat kesempatan bekerja sama untuk memastikan  bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai segala sesuatu yang telah dipelajarinya untuk persiapan kuis, bekerja dalam suatu format belajar kelompok
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1.    Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2.    Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3.    Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masin-masing individu.

    Terdapat 6 langkah utama didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif adalah sebagaimana terlihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase     Tingkah laku Guru
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa    Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2:
Menyajikan informasi    Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar    Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar    Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5:
Evaluasi     Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok memprensentasikanhasil kerjanya
Fase 6:
Memberikan penghargaan    Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
(Ibrahim,2002)
2.1.4. Metode Pembelajaran Kooperatif
    Ada empat metode pembelajaran kooperatif. Disini akan diuraikan secara ringkas masing-masing pembelajaran tersebut (Nurhadi,2004).
1.    Metode STAD (Student Teams Acherevement Division)
Merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dimana siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja didalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dan pada saat kuis ini mereka tidak boleh saling membantu. Skor yang didapat hingga mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan lain.
2.    Metode Jig Saw
Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi dalam beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok masing-masing ditugaskan untuk membaca sub bab yang berbeda-beda sesuai yang ditugaskan oleh guru dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu. Kelompok siswa yang sedang mempelajari sub bab ini disebut dengan kelompok ahli. Setelah itu para siswa kembali ke kelompok asal meraka dan bergantian mengajarkan kepada teman sekelompoknya tentang hasil diskusinya dikelompok ahli. Demikian dilakukan oleh semua anggota kelompok atas kajian dikelompok ahli. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub bab lain selain sub bab yang sudah dipelajari adalah mendengarkan secara sungguh-sugguh terhadap teman satu kelompok mereka. Setelah selesai pertemuan dan diskusi dikelompokkan asal siswa diberikan kuis secara individu tentang materi ajar.
3.    Metode GI (Group Investigation)
Dikembangkan oleh Harbet Thalen, diperluas dan diperbaiki oleh Shavin dkk pembelajaran kooperatif GI pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang rumit yaitu mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Pengajar membagi kelompok dengan anggota 5 atau 6 yang heterogen. Untuk beberapa kasus , kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki kemudian menyiapkan dan mempersentasikan laporannya pada seluruh kelas.
4.    Metode Struktural
Dikembangkan oleh Spancer Kagen dkk, metode ini menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Untuk meningkatkan penguasaan isi akademik ada struktur yang memiliki tujuan umum dan ada pola struktur yang tujuannya mengajarkan keterampilan sosial. Think pair share dan Numbered Head Together adalah struktur yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
a.    Think Pair Share (TPS)
    Dikembangkan oleh Frank lyman dkk dari Universitas Maryland yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode ini memberikan pada para siswa waktu untuk berfikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain
b.    Numbered Head Together (NHT)
Dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam mereviw bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut.
2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu teknik dari model pembelajaran kooperatif. NHT adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen pada tahun 1993, untuk melibatkan siswa dalm kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Kelebihan dari teknik ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie 2008:59).
    NHT atau penomoran berfikir bersama termasuk dalam metode struktural pada pembelajaran kooperatif yang melibatkan para siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, pada tipe NHT, guru menggunakan strutur 4 langkah yaitu sebagai berikut:
1.    Penomoran (Numbering)
        Penomoran pada siswa dimaksudkan agar lebih mudah ketika siswa dipanggil untuk menjawab pertanyaan sebagai perwakilan kelompoknya. Apabila jawaban dari siswa yang nomornya dipanggil itu benar, maka nilai yang diperoleh adalah nilai yang diberikan kepada semua anggota kelompok. Melalui penomoran siswa, diharapkan lebih bertanggungjawab atas dirinya dan kolompoknya terhadap pemahaman materi karena setiap siswa mempunyai peluang dan kesempatan yang sama untuk dipanggil dan mewakili kelompoknya dalam memberikan jawaban. Penomoran dilakukan guru dengan membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-6 orang. Pengelompokan siswa harus heterogen. Keheterogenan mencakup jenis kelamin, ras, agama dan tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah). Setelah itu setiap siswa diberi nomor sehingga setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda.
2.    Pengajuan pertanyaan (Questioning)
    Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, pertanyaan dapat bervariasi dari yang amat spesifik hingga berbentuk arahan. Pertanyaan dalam interaksi belajar mengajar adalah penting karena dapat menjadi perangsang yang mendorong siswa untuk berfikir dan belajar membangkitkan pengertian baru. Melalui pertanyaan guru dapat menyelidiki penguasaan siswa, mengarahkan dan menarik perhatian siswa, mengubah pendirian siswa atau prasangka yang keliru.
    Suatu pertanyaan yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Kalimatnya jelas dan singkat
b.    Tujuannya jelas, tidak terlalu umum dan luas
c.    Setiap pertanyaan hanya untuk satu masalah
d.    Mendorong anak untuk berfikir
e.    Jawaban yang diharapkan bukan sekedar ya atau tidak
f.    Bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa
g.    Tidak menimbulkan tafsiran ganda

Ada beberapa teknik dalam menyampaikan pertanyaan didepan kelas ialah sebagai berikut:
a.    Mula-mula tunjukkan pertanyaan kepada seluruh kelas agar semua siswa    turut berfikir dan merumuskan jawaban dalam hati masing-masing
b.    Berilah kesempatan yang sama pada setiap siswa untuk menjawab 
c.    Berilah waktu yang cukup untuk siswa berpikir
d.    Suasana dalam Tanya jawab hendaknya jangan tegang
e.    Apabila ada siswa yang tidak dapat menjawab, alihkan pertanyaan pada siswa yang lain agar siswa tersebut tidak menjadi malu dan membuang-buang waktu
f.    Pertanyaan yang diajukan hendaknya mengenai pokok-pokok yang sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan
g.    Untuk menarik perhatian kelas dan melatih disiplin, pertanyaan dapat diajukan pada siswa yang tidak memperhatikan. Sardiman dalam Sitanggang (2008).
3.    Berfikir Bersama (Heads Together)
Semua siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu serta meyakinkan setiap anggota mengetahui jawaban itu. Pada tahap inilah siswa mengadakan diskusi dengan teman sekelompoknya. Setiap siswa dalam kelompoknya diharapkan mempunyai jawaban/pendapat sendiri atas pertanyaan yang diberikan. Jawaban/pendapat itu kemudian di diskusikan hingga setiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki jawaban yang sama. Siswa yang tergolong pintar/sudah paham terhadap materi tersebut dapat memberikan pengetahuannya pada siswa yang kurang mengerti, sehingga tercipta saling ketergantungan antar siswa.
4.    Pemberian jawaban (Answering)
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengacungkan tangannya dan menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Jika jawaban yang diberikan salah atau kurang tepat maka guru dapat memberikan arahan untuk pembenaran jawaban. Penghargaan juga diberikan bagi kelompok yang memberi jawaban yang benar.
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe NHT:
1.    Setiap siswa menjadi siap semua.
2.    Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3.    Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe NHT:
1.    Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2.    Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
2.1.6. Pokok Bahasan Struktur Atom
A. Perkembangan Model Atom
    Seorang filsafat yunani yang bernama Democritus berpendapat bahwa Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat di bagi lagi namun J.J.Thomson mengamati elektron. Dia menemukan bahwa semua atom berisi elektron yang bermuatan negatif. Oleh karena atom bermuatan netral, maka setiap atom harus berisi partikel bermuatan positif agar dapat menyeimbangkan muatan negatif dari elektron.
Rutherford melakukan penelitian melalui sinar α pada lempeng emas. Hasil pengamatannya tersebut dikembangkannya dalam hipotesis model atom Rutherford:
a.    Atom terdiri atas yang bermuatan (+) dan didalam inti atom terpusat massa atom
b.    Diluar inti atom terdapat elektron yang mengelilingi inti atom dan jumlahnya sama dengan muatan inti supaya atom itu bersifat netral. Model atom ini belum dapat menjelaskan dimana letak elektron dan cara rotasinya terhadap inti atom.
Pada tahun 1913 Niels Bohr mengemukakan pendapatnya bahwa elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasan-lintasan tertentu disebut kulit atom. Thomson dan Milikan yang disebut mekanika kuantum dan selanjutnya dibuktikan oleh Heisenber dan Schodinger.
B.  Partikel Dasar Penyusun Atom
a. Elektron     
Berdasarkan percobaan Thomson dan Milikan, massa elektron dapat dihitung sebagai berikut:
1. Dari percobaan Thomson: 
2. Dari percobaan Milikan: e = 1,69 x 10-19  Coulomb yang diberi tanda +1
3. Massa elektron: m= 9,11 x 10-28 gr

b.    Inti Atom
1. Proton
Eugene Goldstein 1886 melakukan percobaan dengan menggunakan tabung sinar katode. Dari percobaannya itu dia menemukan proton dengan massa 1 proton = 1,6726 x 10 -24 gr (=sma) dan muatan 1 proton 1,6022 x 10-19 Coulomb dan diberi tanda muatan -1.
2. Neutron
    Pada tahun 1932 James Chadwick melakukan percobaan yang menembaki inti atom berilium dengan partikel alfa dan dihasilkan radiasi partikel netral (tidak bermuatan) yang massanya hampir sama dengan proton. Partikel ini disebut neutron dan merupakan partikel penyusun inti atom.
C.  Nomor Atom dan Nomor Massa
Berdasarkan percobaan Mosley melalui pengukuran panjang gelombang sinar X. menyimpulkan bahwa jumlah proton dalam inti atom adalah nomor atom. Karena massa elektron sangat kecil, massa inti atom merupakan massa atom disebut nomor massa. Berarti suatu unsur X dengan nomor massa A (A= proton + neutron) dan nomor atom Z (Z = jumlah proton) maka:
X  
Keterangan : X = lambang atom unsur
                      A = nomor massa
                      Z = nomor atom
1. Isotop
Isotop adalah atom-atom yang mempunyai nomor atom sama, tetapi nomor massa berbeda.
2. Isobar
Isobar adalah atom-atom yang nomor atomnya berbeda, (unsur yang berbeda) tetapi nomor massanya sama.
3. Isoton
Isoton adalah atom-atom dari unsur yang berbeda, tetapi jumlah neutronnya sama.
D. Konfigurasi Elektron dan Elektron Valensi
Niels bohr mengumumkan postulatnya bahwa elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasan-lintasan tertentu. Lintasan elektron tersebut disebut kulit elektron. Kulit yang letaknya paling dekat ke inti atom disebut kulit pertama dan memiliki energi terendah, n melambangkan nomor kulit (n = 1,2,3,…,). Semakin tinggi nilal n, semakin tinggi pula tinglat energinya, kulit pertama disebut kulit K, kulit kedua disebut kulit L dan seterusnya. 
Setiap kulit memiliki “daya tampung” elektron yang berbeda. Kulit ke-1 (n=1) atau kulit K memiliki jumlah elektron maksimum 2, kulit L (n=2) memiliki kapasitas elektron maksimum 8, dan kulit M kapasitas elektronnya 18.

n = 1 elektron maksimumnya 2 = 2 x 12 
n = 2 elektron maksimumnya 8 = 2 x 2 2 
n = 3 elektron maksimumnya  18 = 2 x 32 
kulit ke-n elektron maksimumnya  = 2 x n2 
Penyusun elektron dikulit atom berdasarkan posisi tingkatan kulit elektron disebut konfigurasi Elektron. Pada saat menyusun konfigurasi elektron, elektron yang terdapat pada kulit terluar disebut Elektron Valensi. Elektron ini terlibat langsung dalam pembentukan senyawa.
(Kimia SMA Kelas X : 2006 )
2.2    Hipotesis
    Berdasarkan teori dan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
a.    Hipotesis verbal
Hipotesis Nol (H0)            :    Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok struktur atom kelas X SMA Cerdas Murni Medan
Hipotesis alternatif  (Ha)     :    Ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok struktur atom kelas X SMA Cerdas Murni Medan
b.    Hipotesis statistik
    Ho :   = 0
Ha :      0

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
    Penelitian ini dilaksanakan di SMA Cerdas Murni Medan pada bulan Juli-Agustus 2010.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Cerdas Murni Medan sebanyak 3 kelas yang terdiri dari 40 orang satu kelas.
    Sampel
Dari keseluruhan populasi yang terdiri dari siswa kelas XI SMA Cerdas Murni Medan yang terdiri dari 3 kelas diambil sampel secara acak sebanyak 2 kelas yang terdiri dari 80 orang.
3.3. Variabel Penelitian
1.    Variabel bebas     : Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together.
2.    Variabel terikat     : Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Struktur Atom Di Kelas X.
3.4. Jenis dan Desain Penelitian.
1.    Jenis Penelitian.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian quasi eksperimen, yaitu merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek yaitu siswa.
2. Desain Penelitian.
Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberi perlakuan yang berbeda. Untuk mengetahui hasil belajar kimia siswa dilakukan dengan memberikan tes pada kedua kelas sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
Rancangan penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Two Group Pretest – Posttest Design (Arikunto, 2005 )
Kelas    Pretes    Perlakuan    Postes
Eksperimen    T1    X1    T2
Kontrol    T1    X2    T2
Keterangan :
X1   =    Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together pada pokok bahasan Struktur Atom
X2  =    Pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together tetapi menggunakan model Konvensional pada pokok bahasan Struktur Atom
T1    =    Pretes diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum perlakuan. Tes yang diberikan berupa tes hasil belajar pada pokok bahasan  Struktur Atom
T2   =    Postes diberikan setelah perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.5. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
•    Menetapkan jadwal penelitian
•    Menyusun rencana / skenario pembelajaran
•    Menyusun dan memvalidkan instrument penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
•    Menentukan kelas sampel dari populasi yang ada menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol
•    Memberikan test kemampuan awal (pre test)  pada kedua kelas
•    Melaksanakan PBM pada kedua kelas yaitu pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dan pada kelas kontrol dengan menggunakan konvensional.
•    Uji kemampuan akhir (postest) untuk mengukur test belajar siswa setelah diberi perlakuan
•    Uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis pada kelas eksperimen dan kontrol
3. Menarik kesimpulan
3.6. Instrumen Penelitian.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar siswa berjumlah 30 soal dalam bentuk pilihan berganda dengan lima pilihan (option) dan diberikan sebanyak 2 kali yaitu pretes dan posttest. Tabel spesifikasi tes hasil belajar sebagai berikut.

Tabel 3.2.: Tabel spesifikasi tes hasil belajar  pada pokok bahasan struktur atom
 Menentukan konfigurasi elektron dan elektron valensi     C1
C2
C3    15, 17, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, dan30    12 soal

Mengklasifikasikan unsur kedalam isotop, isobar dan isoton     C1
C2
C3    6, 4, 5, 14, 16, 18, 19 dan 20    8 soal
Menjelaskan perkemba-ngan teori atom untuk menunjukkan kelemahan dan kelebihan masing-masing teori atom berda-sarkan fakta eksperimen      C1
C2    1,2 dan 3    3 soal
Ket:
C1 = tingkat kesukaran soal mudah
C2 = tingkat kesukaran soal sedang
C3 = tingkat kesukaran soal sukar

3.7. Alat dan Teknik Pengumpulan Data
    Instrumen atau alat penelitian ini adalah tes hasil belajar pada materi pelajaran kimia. Tes ini diberi sebanyak dua kali yaitu tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir. Sebelum dilakukan penelitian, tes yang telah disusun terlebih dahulu diujicobakan diluar sampel untuk mengetahui kevaliditan, realibilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. Data mengenai hasil belajar kimia diambil dengan menggunakan instrumen berupa tes soal-soal kimia dengan tipe pilihan berganda.
3.7.1. Validitas
    Sebelum instrument dikatakan valid apabila mampu mengikuti apa yang diinginkan. Validitas tes dicari dengan rumus korelasi produk moment yaitu :
Validitas tes dapat di cari dengan persamaan berikut:
                     (Arikunto,2006:72)
Dimana; rxy = Koefesien korelasi
       X =  Nilai untuk tiap item
       Y = Nilai total seluruh item
       N =  Jumlah responden
Kriteria : rhitung > rtabel , maka pertanyaan valid
       rhitung < rtabel , maka pertanyaan tidak valid
Dengan kriteria;
antara 0,8 s/d 1,00    : validitas sangat tinggi
antara 0,6 s/d 0,79    : validitas tinggi
antara 0,4 s/d 0,59    : validitas cukup
antara 0,2 s/d 0,39    : validitas rendah
antara 0,0 s/d 0,19    : validitas sangat rendah
3.7.2.  Reliabilitas
Reliabiilitas tes dapat ditentukan dengan rumus Kuder Richardson (KR-20),  (Arikunto,2005:100), yaitu:
 Di mana:
r11= reliabilitas tes secara keseluruhan
p   = proporsi subjek menjawab item yang benar
q   = proporsi subjek menjawab salah
Σpq= jumlah hasil perkalian antara p dan q
n   = banyaknya item
S  = standar deviasi tes ( standar deviasi adalah akar varians)
Kriteria reliabillitas ini kemudian dikonsultasikan dengan batas criteria :
0,800 – 1,000 kriteria sangat tinggi
0,600 – 0,800 kriteria tinggi
0,400 – 0,600 kriteria cukup
0,200 – 0,400 kriteria rendah
0,000 – 0,200 kriteria sangat rendah
Jika rhitung > rtabel maka disimpulkan reliabel
3.7.3. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Untuk menentukan tingkat kesukaran masing-masing item tes maka digunakan rumus (Arikunto, 2002):

Dimana :
P = indeks kesukaran
B = jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
    Untuk menginterprestasikan taraf kesukaran item dapat digunakan kriteria sebagai berikut :
Soal dengan P = 0,00 samapai 0,30 adalah sukar
Soal dengan P = 0,300 sampai 0,70 adalah sedang
    Soal dengan P = 0,70 sampai 1,00 adalah mudah
3.7.4. Daya Pembeda
    Untuk menentukan daya pembeda masing-masing item tes ( Arikunto, 2005: 213 ), dapat digunakan rumus :

Dimana :
      D   = daya pembeda
      BA = banyaknya peserata kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
              BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan   benar
      JA   = banyaknya peserta pada kelompok atas
       JB    = banyaknya peserta pada kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda ( Arikunto, 2005: 218 ) sebagai berikut :
D : 0,00 – 0,20 : buruk
D : 0,20 – 0,40 : cukup
D : 0,40 – 0,70 : baik
D : 0,70 – 1,00 : baik sekali
D : negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.
3.8. Organisasi Pengolahan Data
    Dalam mengolah data, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1)    Melaksakan tes pada kedua kelompok sampel
2)    Mentabulasikan data yang berhubungan dengan tes hasil belajar siswa dari kedua kelompok sampel
3)    Mencari nilai rata-rata dan standart deviasi
4)    Pemeriksaan uji normalitas data
5)    Pemeriksaan uji homogenitas varians
6)    Melakukan uji hipotesis dengan uji beda
3.9. Teknik Analisa Data
    Adapun teknik penganalisa data pada penelitian ini adalah :
1.    Kriteria penilaian tes
Penilaian yang digunakan antara lain:
86 – 100 = baik sekali(sangat tinggi)
71 – 85 = baik(tinggi)
56 – 70 = cukup(sedang)
41 – 55 = kurang(rendah)
<40    = sangat kurang(sangat rendah)
Menghitung nilai rata-rata dan Simpangan baku.
Untuk menghitung nilai rata-rata digunakan rumus:
                                   (Sudjana,1989,67)
Untuk menghitung simpangan baku (S) digunakan rumus:
                                                (Sudjana,1989,94)

2.    Uji Normalitas
    Data dalam penelitian ini berbentuk data nominal, maka digunakan uji Liliefors. Langkah – langkah yang dilakukan sebagai berikut :
1.    Pengamatan X1, X2,……., Xn dijadikan angka baku Z1, Z2,…….., Zn dengan menggunakan rumus :
                                                          (Sudjana, 2001 : 249)
Dimana :
        X  =  rata – rata nilai hasil belajar
        S  =  standar deviasi
2. Untuk bilangan baku dihitung dengan menggunakan daftar distribusi normal baku   dan kemudian dihitung peluang dengan rumus :
    F (Zi) = (Z  Zi)
3. Menghitung proporsi S (Zi) dengan rumus :

4. Menghitung selisih F (Zi) - S (Zi), kemudian menentukan harga mutlaknya.
5. Menentukan harga terbesar dari selisih harga mutlak [F(Zi) – S(Zi)] sebagai Lo. Untuk menerima atau menolak distribusi normal data penelitian dapatlah dibandingkan nilai Lo dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar tabel dari uji Lilifors dengan taraf nyata 0,01 dengan kriteria pengujian :
Jika Lo < L maka sampel berdistribusi normal
Jika Lo > L maka sampel tidak berdistribusi normal
3.    Uji Homogenitas Data
    Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil varians homogen atau tidak, dengan rumus :
                                                              (Sudjana, 2001 : 249)
Dimana : S  = varians terbesar
        S  = varians terkecil
Dengan kriteria pengujian :
Jika Fhitung < Ftabel maka kedua sampel homogen
Jika Fhitung > Ftabel  maka kedua sampel tidak homogen
4. Pengujian Hipotesis
    Untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak, dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji- t     pihak kanan dengan  = 0,05 (Husaini dan Akbar, 2006) yaitu :
 
Dimana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :   
Dimana :
t       = Harga t perhitungan
        = Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen
        = Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol
n1    = Jumlah sampel kelas eksperimen
n2    = Jumlah sampel kalas kontrol
S2    = varians gabungan dua kelas
Hipotesis statistiknya adalah :


Kriteria pengujian adalah Ho diterima jika thitung   ttabel dan Ho ditolak jika thitung > ttabel berarti Ha diterima pada taraf  = 0,05, dimana ttabel didapat dari daftar distribusi t

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi., dan Supriono, (2004), Psikologi Belajar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Asriyanti., (2008), Pengaruh Media Visual Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Hasil Belajar Biologis Siswa, Makassar: http://one.indoskripsi.com/click/6452/0

Djamarah, Bahri S., (1999) Prestasi Belajar Dan Kompetensi Dosen, Usaha Nasional, Surabaya

Isjoni., (2009), Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Ibrahim, M., (2002) Pembelajaran Kooperatif, Penerbit Universitas Negeri Surabaya, Surabaya

Lie, A., (2008), cooperative learning, penerbit PT. Gramedia Widiasrana Indonesia.

Mulyasa, E., (2006), Implementasi Kurikulum 2004, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nurhadi., (2004), Kurikulum 2004 Pertanyaan Dan Jawaban, Penerbit PT.Grasindo, Jakarta

Nainggolan, L, P., (2008), Perbedaan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Dan Kelompok Diskusi Pada Pokok Bahasan Struktur Atom Kelas XI Di SMA N 1 Dolok Sanggul T.A. 2007/ 2008., Skripsi, FMIPA, Unimed Medan.

Prasetyo, B., dan Jannah,M,L., (2006), Metode Penelitian Kuantitatif, penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sitanggang, A, P., (2008), Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Bunyi Di Kelas VIII Sementara II SMP N 10 Medan T.P 2007/2008., Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.

Slameto., (1991), Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester, Penerbit Bina Aksara, Jakarta.

Sudjana., (2001), Metoda Staistika, Penerbit Tarsito, Bandung.

Sukadi., (2006), Guru Powerfull Guru Masa Depan, Penerbit Kalbu, Bandung.

Syah, M., (2008), Psikologi Belajar, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Yuliana, I., (2008), Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Struktur atom Kelas XI SMA N 14 Medan T.A. 2008/2009., Skripsi, FMIPA, Unimed Medan.